Rangkuman Napak Tilas Kita Marga Haji
Sejarah Kerajaan Saka Aji, Marga Haji , Haji Sakti pernah dibukukan
oleh pangeran tambuh martabaya IV kira-kira dalam tahun 1815. Buku ini
sengaja dibuat dengan lembaran berkulitkan emas, warna kuning emas
Adalah lambang tuhan yang maha esa, tercantum dalam warna pakaian Sang
Hyang Rakian Sakti/ Pangeran Surya Negara.
Pada masa perang bilah-bilah (sukarami/ saka aji) dan berakhir
dibanteng (pauh) buku tersebut diambil oleh rakyat (belanda red) emasnya
diambil sedangkan isinya dilempar entah kemana.
Disusunnya kembali sejarah kerajaan saka aji sai yang mana erat
hubungannya dengan hukum inti ketuhanan falsafah Jaya Sempurna yang
diturunkan oleh Naga Sakti/ Nabi Khidir AS (Aji Saka / Sang Hyang
Rakihan Sakti) maka penguraian pencatatan sejarah ini banyak bersangkut
paut cara penguraiannya dengan hokum itu.
Buku ini disusun kembali diSaka Aji pada tanggal 20 mei 1984 oleh
Raden Santhy Aji keluarga Bhaya Abadi berdasarkan catatan-catatan orang
tua, terutama dari catatan Pangeran Tambuh Martabaya VI dan disertai
penyelidikan lebih lanjut…
v Sang Hyang Rakian Sakti
Dalam sebuah nama “Pangeran Surya Negara”
Yang berarti “naga sakti membuat peristiwa untuk penurunan hukum matahari”
Surya “matahari”, Naga “sang hyang naga sakti”, dan Gara “gara-gara/peristiwa”
Nama-nama lain Sang Hyang Rakian Sakti:
Aji Saka atau Sipahit Lidah, Naga Sakti atau Nabi Khidir(Ghaib),
Asal-usul beliau:
Beliau adalah malaikat hokum yang ingin merasakan kehidupan sebagai
manusia, sehingga beliau memohon kepada tuhan supaya tetap hidup hingga
akhir zaman, permohonan beliau terkabulkan oleh tuhan maka beliau
bernama Nabi Khidir AS (penguasa ghaib).
Garis besar tugas malaikat hokum itu:
1. menghukum alam supaya senantiasa tenang/ sempurna,
2. sebagai raja alam ghaib
3. mengemban tugas memperingatkan dan sebagainya kepada manusia dan
jin akan H.I.K (falsafah jaya sempurna) untuk dapat hidup bermasyarakat
hingga akhir zaman.
Urai an diatas adalah asal-usul naga sakti / nabi khidir (santhy) , sang hyang rakian sakti/ pangeran surya Negara.
Pada saat beliau menitis kembali yang kedua kalinya beliau telah
memberikan gambaran keadaan beliau zaman yang telah lalu. Yakni:
1. nama sang hyang rakian sakti nama lain sebagai naga sakti(nabi
khidir as) untuk pemusatan kepercayaan, yang mana hukumnya berlambang
kan matahari dan bulan (cahaya) atau disebut dengan bumbungan
matahari(haribaan tuhan yang maha esa / cahaya).
2. nama sang hyang rakian sakti nama lain sebagai Aji Saka (sipahit lidah),
3. kemudian sang hyang rakian sakti dengan nama lain sebagai Pangeran
Surya Negara malahan diawali dengan nama santhy yang berarti juru
selamat. Makanya jelma haji pecaya apabila dia tak bersalah dia
senantiasa dalam lindungan puyang Aji(juru selamat).
v Sang Hyang Rakian Sakti/ Pangeran Surya Negara
Bunyi Sila Tongkat Persumpahan Haji :
1. disini aku dahulu menurunkan hukum (Tenggalom),
2. disini pula aku menurunkan hokum itu (Tongkatnya Miring),
3. disini pula hukum itu diturunkan kembali (Ditegakkan).
Kiasan dari butir kedua “petunjuk bahwa hukum itu akan diturunkan lagi”
Kiasan dari butir ketiga “ telah ditentukan tandanya dengan letak
tongkat agak miring,dan diabadikan pada jari telunjuk keturunannya yang
miring”.
Perlu diketahui bahwa ini peringatan Sang Hyang bahwa hukum itu akan
diturunkan kembali, maka makna dari butir 3 “keturunannya harus menjaga
dan menegakkan hukum (Persumpahan Haji) itu kembali.
v Ke-12 Hulubalang Sang Hyang Rakian Sakti:
1. Iskandar Alamsyah, diSiguntang’
2. Bagus Kuning/ Raden Kuning, diBagus Kuning Palembang,
3. Sapu Rantau,di daerah Saka Tiga
4. Si Tunggang Abang di Mara Bahala Martapura,
5. Raden Keling di Putaran Tasik Danau Ranau,
6. Komering Raja Ngaruntak di Muara Selabung/ Muaradua,
7. Ratu Aceh , lokasi Buay Haji/ Pusat Haji Sakti sekarang Kuripan Aji
8. Macan Begerom di Matahari, lokasi Muara Sungsang,
9. Macan Putih dibulan, lokasi Pesagi atau sekarang Kenali,
10. Macan Ulung dihulu Sungai, daerah Pugung,
11. Jugul Matahari diBumi Lengang, daerah Pemetung Sengang Ranau,
12. Raden Selinggang diJaga Mendung, lokasi Puncak Seminung.
Selain kedua belas hulubalang beliau dibantu seorang Patih yaitu:
Patih Sewatang.
v Tanda Kekuasan Aji Saka/ Sipahit Lidah atau Puyang Rakian Sakti:
Adalah sebuah “kayu cendana” yang ditanam sebagai ciri/tanda makam
Sang Hyang Rakian Sakti yang dimakamkan di “Saka Aji” yang sekarang
bernama “Sukarami Aji”. Cendana sakti itu tak obahnya sebagai pertanda
persumpahan beliau sebagai Aji Saka/Sipahit Lidah, bahwa dia akan
menitis kembali seperti sewaktu beliau bersumpah dibawah pohon
majapahit sebelum kembali kealam ghaib, pohon majapahit itu adalah pohon
henau. dan ternyata beliau menitis kembali dalam sebuah kerajaan
majapahit. “Makanya cerita orang yang tua mengatakan bahwa jelma haji
anak taha, masih taha dari jelma jawa….. karena sebelum adanya majapahit
Aji Saka melakukan persumpahan tanah Haji” cendana sakti ini merupakan
pusaka keturunan beliau (Aji Saka).
v Petala Gantung
Pada waktu sulah naga berisang/ patih anom akan pergi ke haji seragi
beliau berpesan kepada adik angkatnya/angkonnya Puteri berdarah Putih
bahwa apabila sepeninggalnya diHaji seragi ada suatu huru hara maka
panggillah ia dengan menabuh/memukul Gamolan atau Gong Khayangan yang
berada di Petala Gantung yang sekarang berada dihilir desa Sukarami Aji
tepatnya dihilir Pangkalan Nyapah sebelum tendikat. Pada suatu ketika
terjadilah huru hara dihaji seragi, maka puteri berdarah putih pergi
menuju Aji Sai, dengan menyusuri sungai Saka (Komering sekarang),
Sesampainya dimuara Selabung sungai itu bercabang dua maka ragu-ragulah
beliau sungai mana yang akan ditempuh. Maka beliaupun menimbang kedua
sungai tersebut dengan kemukjizatan beliau maka sungai yang berat adalah
sungai Selabung sungai tempat Sulah atau Aji Sai. Akhirnya masuklah
beliau menyusuri sungai (selabung) tersebut. Maka menurut riwayat Puteri
Berdarah Putih diantar oleh Panglima Puyang Temenggung Sikuncet Besi
menuju Aji Sai. Puteri berdarah Putih adalah adik angakt Sang Hyang
Rakian Sakti, yang kemungkinan besar adalah saudara sepupu putri ratu
Pesagi/Pemanggilan yang berjuluk Bidadari Angsa yang merupakan
Permaisuri Sang Hyang Rakian Sakti. Sesampainya Siputeri Berdarah Putih
diPetala Gantung, maka ditabuhlah/ dipukul lah Gamolan Khayangan
tersebut, sehingga dapat terdengar hingga Pesagi(Ranau) yang mana saat
itu Sulah dan Sang Hyang Rakian Sakti sedang berada disana. Mendengar
bunyi Gamolan/Gong maka Sulah dan Sang Hyang Rakian Sakti pergi
menjemput Puteri Berdarah Putih, yang selanjutnya beliau-beliau ini
menetap diPusat Aji Sai (Haji Sakti) yang mana puteri berdarah putih
menetap didaerah Sumur Pusaka (sekarang dinamakan Sumur Puteri tempat
beliau mandi) daerah ini sekarang bernama Desa Kota Agung Aji.
Kemudian harinya stelah siputeri berdara putih pergi menuju pulau
jawa menyusul Sang Hyang Rakian Sakti beliau meninggalkan seorang anak
benama Buay Sedatu. Selama diwilayah Aji Sai beliau memiliki pangawal
Bernama Kukuk Sinangka-nangka yang memiliki tiga anak buah. Lalu
dikemudian harinya lagi menyusul pula kepulau jawa Sulah Naga Berisang
dan Supartung yang meninggalkan anak bernama Pangeran Hujan Terima Sakti
(cikal bakal desa sukarami adalah keturunannya) sehingga desa Sukarami
Aji pada saat hujan mereka mengatakan itu dalah Teghai/terai untuk
menghormati nama pangeran Hujan Terima Sakti (Munggu).
Berdasarkan penyelidikan nama semua tokoh Aji Sai yang pergi dari
wilayah Aji Sai memiliki makam didaerah Cirebon Jawa Barat dengan nama
sedikit berbeda namun memiliki arti yang sama:
1. Sulah Naga Berisang (patih anom) dangan nama naga berisang di gunung sari.
2. Puteri Berdarah Putih dengan nama Jabang bayi diGirang
3. Supartung dengan nama Syehk Megelung Sakti diKarang Kendal (JaTeng)
4. Sungkan disuka ham -+1650, makamnya dimasjid agung tagwa dengan nama Mbah kuwu Sungkan.
Disepanjang aliran sungai Selabung banyak peniggalan kebudayaan
hindu/budha yakni dimasa Aji Saka dan sebelumnya. Rakyat sekarang hanya
mengetahui itu adalah peninggalan dari majapahit masa Sang Hyang Rakian
Sakti. Padahal sebelum beliau ini membawa kebudayaan/ penyebaran islam,
pernah terjadi suatu persumpahan tanah atau wilayah antara Sang Hayang
Rakian Sakti dengan Suku Abung(Lampung) dimana beliau dengan persumpahan
tongkatnya mengatakan dibawah tongkatnya tersebut adalah tanah haji
untuk menyakinkan bahwa tanah diwilayah Haji sakti itu adalah tanah
haji, bila bukan beliau akan mati didalam sumpah tersebut. Dengan
kecerdikan beliau pergi sebentar ketanah suci mekkah untuk mengisi
bagian bawah tongkat beliau.
Tempat persumpahan itu sekarang dinamai Tanjung Haji dan tongkat
tersebut ditancapkan disana sebagai tugu yang setiap orang lewat disana
ditumpukan batu disekitar tongkat.
v PERNIKAHAN RAKIAN SAKTI
Hari-hari yang damai dan tentram pun dirasakan masyarakat dengan peraturan dan adat yang baru dibawah kekuasaan rakian.
Dalam keadaan masyarakat yang damai dan tentram tersebut rakian terfikir
ingin memiliki isteri, diketahuilah oleh naga berisang tentang
keinginan rakian tersebut, naga berisang berkata pada rakian “izinkan
aku mencarikan isteri untukmu dari negeri cina”. Rakianpun menjawab
“baiklah aku izinkan”. Naga berisangpun mengenalkan gadis cina tersebut
kepada rakian namun rakian tidak setuju, kemudian rakian dengan
ksaktiannya naik keatas awan sambil melihat-lihat. Dalam pandangannya
yang jauh ia melhat puteri dari ratu pesagi yang cantik dan anggun
sedang mandi dibukit pesagi, jatuh cintalah rakian pada puteri ratu
pesagi tersebut, kemudian mereka bertemu dan bersenda gurau diketahuilah
namanya Puteri Dayang Nyerupa.
Rakian yang sedang kasmaran tersebut memanggil saudaranya Naga Berisang
dan Ratu Acih kemudian menceritakan kepada mereka bahwa ia sedang
kasmaran dan berniat ingin menikahi puteri tersebut,
“bagaimana caranya agar aku bisa menikah dengan Putri Dayang Nyerupa?!” ucap Rakian pada mereka berdua.
Naga Berisang dan Ratu Acih pun ikut berbahagia lalu berkatalah mereka berdua “baiklah kami menunggu perintah”
Rakianpun meminta Ratu Acih datang kepada Ratu Mesagi untuk menyampaikan
maksudnya meminang Puteri Dayang Nyerupa. Tanpa berfikir panjang
berangkatlah Ratu Acih menghadap Ratu Mesagi, sesampainya disana Ratu
Acih menyampaikan permintaan Rakian, Ratu Mesagi dan Puteri pun
menyetujuinya.
Ratu Mesagi berkata “baiklah, namun kami memiliki adat bertunangan”
“baiklah, apa yang ratu mesagi inginkan??” jawab Ratu Acih
“sesungguhnya Rakian telah mengetahui apa yang menjadi adat bertunangan,
kami meminta semambu ulung menjadi tongkat, buluh merindu, buluh kebut,
buluh akar, cendana ulung” ujar Ratu Mesagi.
jawab Ratu Acih “baik, akan kusampaikan pada Rakian, aku mohon pamit untuk kembali ketanah haji”
Pada saat yang bersamaan dengan keberangkatan Ratu Acih menghadap Ratu
Mesagi, Rakian memerintahkan Naga Berisang untuk mengambil buku hokum
dan adat yang berada didalam laut kedu dibawah kayu pauh jenggi, putaran
tasik. Naga Berisangpun menyanggupinya.
Naga berisang berangkat menuju pauh jenggi, putaran tasik, naga berisang
merubah dirinya menjadi ikan kihung (gabus) namun tidak dapat sampai
pada dasar laut karena banyak yang menghalangi, naga berisangpun naik
kembali kepermukaan ditemukannya ada Rakian Sakti berdiri diatas
permukaan laut, Naga Berisangpun berkata “aku belum sampai kedasar
karena banyak yang menghalangi”
“cobalah sekali lagi, berubahlah kamu menjadi naga dan gantungkan kakimu pada kakiku” jawab Rakian Sakti.
“baiklah” jawab Naga Berisang.
Naga Berisang merubah dirinya lagi menjadi Naga lalu menggantungkan
kakinya dengan Rakian dan kembali menyelam untuk mengambil buku yang
dimaksud. Sesampainya didasar laut terkejutlah Naga Berisang karena yang
menjaga buku tersebut adalah Rakian Sakti, lalu Naga Berisang
menyampaikan maksud dan tujuannya untuk membawa buku tersebut,
diberikanlah buku tersebut kemudian Naga Berisang kembali kepermukaan
untuk menyerahkan buku yang diambil oleh Naga Berisang. Sesampainya
dipermukaan laut, Naga Berisang kembali terkejut karena Rakian Sakti
tetap ada dipermukaan laut menunggu Naga Berisang mengambil buku hukum
dan adat.
Naga Berisang menyerahkan buku hukum dan adat tersebut lalu berkata pada
Rakian “sejak hari ini aku akui kamu lebih sakti dari aku, memang benar
aku lebih tua dari kamu namun kamu lebih sakti dari pada aku, kini aku
memanggil kamu kakak”.
Rakianpun tersenyum sambil menjawab “baiklah, aku terima kalau itu
keinginanmu, ayo kita kembali ketanah haji untuk menetapkan hukum dan
adat”.
“baiklah, ayo kita berangkat” jawab Naga Berisang
Sesampainya mereka dipurna dikumpulkanlah semua hulu balang lalu
menetapkan hukum dan adat. Tak lama kemudian Kembalilah ratu acih
ketanah haji dan menyampaikan semua permintaan Ratu Mesagi dan puteri
kepada rakian.
Rakian pun berkata “baiklah, kita penuhi permintaan Ratu Mesagi.”
Selang beberapa waktu mereka menyiapkan bahan-bahan yang diminta ratu mesagi,
Kemudian rakian berkata “semua permintaan telah kita adakan, antarkanlah besok keRatu Mesagi” ucap rakian pada Ratu Acih.
“baiklah” jawab Ratu Acih.
Keesokan harinya berangkatlah Ratu Acih ke mesagi, sesampainya dimesagi telah disambut dengan hormat oleh Ratu Mesagi.
“kami telah menerima ini, namun masih ada lagi permintaan kami yaitu;
pinang beragai, iban beragai, rukuk menyalang, tembakau” ucap Ratu
Mesagi kepada Ratu Acih.
Ratu Acihpun menjawab “baik kami terima paermintaan Ratu Mesagi, dan aku mohon pamit untuk kembali ketanah haji”
Sampailah Ratu Acih ditanah haji langsung menyampaikan permintaan ratu mesagi tersebut kapada rakian.
“baiklah, kita kumpulkan lagi permintaan Ratu Mesagi tersebut, namun
berangkatkanlah dulu utusan ke bumbung matahari untuk memberitahukan
berita ini kepada adikku Puteri Berdarah Putih dan memintanya datang
kemari untuk menyusun permintaan ratu mesgi ini” ucap rakian pada ratu
ratu acih.
“baik” jawab ratu acih.
Setelah menunggu, sampailah puteri berdarah putih ditanah haji dan
bertemulah dengan rakian. Partemuan ini disambut bahagia oleh rakian,
rakianpun menceritakan keinginannya untuk meminang. Tak lama dari
kedatangan puteri berdarah putih bermufakatlah mereka merencanakan
permintaan Ratu Mesagi dan Puteri Dayang Nyerupa.
“mari kita kerjakan, kita ikuti bunyi dari buku hukum dan adat dari laut
kedu dibawah kayu pauh jenggi, putaran tasik dalam sepeku itulah yang
akan kita gunakan” ucap puteri berdarah putih.
Lalu diserahkan semua bahan dan alat yang dibutuhkan kepada puteri
berdarah putih, dan puteri pun dibuatkan mahligai diseberang gunung pauh
untuk menyiapkan cara-cara pengunjungan (adat pernikahan). Dibuatkan
pancur tujuh tempat mandi dan dari pinggir way selabung menuju mahligai
terdapat sumur yang dinamakan sumur puteri berdarah putih. Setelah semua
disiapkan maka pernikahan dan seserahan dilaksanakan dengan aturan yang
tertulis dari buku hukum dan adat yang didapat dari laut kedu tersebut.
Menikahlah rakian sakti dengan Puteri Dayang Nyerupa dari Mesagi.
(tatacara pernikahan dengan adat masih tetap berlaku hingga sekarang ditanah haji)
* hani crita ke 2 lah slesai perang kekuasaan….
ditambahkan oleh: Yudha (
http://www.facebook.com/profile.php?id=1813615671)
v ASAL MUASAL TANAH HAJI
Kisah ini Berawal dari sekelompok persaudaraan pertalian darah dengan
kesaktian yang sangat tinggi, kelompok ini dipimpin oleh HYANG JAGAT
PRABU / RAKIAN SAKTI / NEGARA SAKTI bersama saudara pertalian darahnya
NAGA BERISANG (SAILILLAH) membawa tanah haji dari mekah…dengan anggota
(hulu balang) :
1. Tuan Makdum
2. Bagus Kuning
3. Sandar Alam
4. Sapu Rantaw
5. Jugil Butaring
6. Si Tunggang Abang
7. Radin geruntak
8. Ratu Acih
9. Macan Ulung
10. Prajurit Perca
11. Macan Putih
12. Macan Gerom
Mereka datang dari bumbung matahari (arah matahari terbit / timur)
dengan mengikuti air dari lautan, sampailah mereka didaratan (sekarang
palembang / sumatera selatan), kemudian rakian sakti memerintahkan
beberapa hulu balangnya untuk menetap dibeberapa daerah yaitu :
1. Tuan Makdum di Muara Sungsang
2. Bagus Kuning di Batu Ampar
3. Sandar Alam di Bukit Seguntang
4. Sapu Rantaw di Saka Tiga
5. Jugil Butaring di Bumi Lengang
6. Si Tunggang Abang di Pulau Berhala
7. Radin geruntak di Muara Komering
Perjalanan dilanjutkan mengikuti air jernih, sampailah rombongan diPelangka.
berkatalah rakian pada rombongan “kita singgah disini”
kemudian mereka mendarat ditanjungan. Sesampainya ditanjungan berkata
kembali rakian “inilah tanahku yang kuberi nama tanjung haji (tanah
haji)”. Saat yang bersamaan rakianpun meletakkan tanah yang ia bawa dari
haji (mekah). Rakian pun kembali memerintahkan anggota yang tersisa
untuk menetap dibeberapa daerah yaitu:
1. Ratu Acih di ketapan
2. Macan Ulung di Hulu sungai
3. Prajurit Perca di Gunung Mesiki
4. Macan Putih di Mendala bulan
5. Macan Gerom di Matahari
Lalu Rakian Sakti dengan saudara talian darahnya Naga Berisang
meneruskan perjalanannya mengikuti sungai jernih (selabung) sampai
kedaerah yang subur tanahnya namun sudah ada warga yang menetap, itu
adalah warga abung…
Karena rakian merasa itu masih dalam wilayahnya tanah haji, rakian dan
naga berisang menetap untuk mempelajari masyarakat tersebut,
terdengarlah oleh rakian bahwa sesungguhnya sebelum menjadi kekuasaan
abung daerah itu bermukim sekelompok masyarakat yang kemudian dijadikan
kekuasaan oleh masyarakat abung, tak selang beberapa lama rakian
mengikrarkan “Aku besumpah ini adalah tanah haji dan kalau ini bukan
tanah haji maka habislah aku serta anak keturunanku” beliau berikrar
sambil memegang tongkat cendana ulung yang didalamnya ada tanah yang
berasal dari haji (mekah) {perlu diketahui bahwa masyarakat dan raja
abung tidak mengetahui adanya tanah yang disembunyikan dari senjata
rakian ini .red}. Terkejutlah warga dan raja abung, berkata raja abung
“aku tidak percaya ini tanah haji dan apabila perkataanmu itu benar maka
kamu akan selamat, namun apabila salah maka perkataanmu itu akan
mencelakaimu sesuai dengan sumpahmu”.
Setelah peristiwa itu rakian menetap dan bergaul dengan warga setempat,
waktupun berlalu dari hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan
bulanpun berganti tahun, ternyata rakian masih tetap hidup, raja mulai
merasa cemas dengan keadaan ini karena ia berfikir kerajaannya akan
terancam apabila terus dibiarkan, kemudian raja pun bersiasat
dikumpulkanlah warga masyarakat di ujung kampong dengan memanggil
rakian, raja berkata kepada rakian didepan rakyatnya “hari ini aku ingin
lihat kebenaran ucapanmu sekali lagi dan apabila itu benar maka aku
akan tinggalkan tempat ini bersama bawahan-bawahan setiaku, apakah kamu
berani??”
kemudian rakian berkata “baiklah apa permintaan raja aku ikuti”.
Raja pun menjawab “belahlah batu ini tanpa menggunakan senjata”
Rakianpun menyanggupinya, batu yang dimaksud dipukul menggunakan tangan
lalu terbelahlah batu tersebut (maka disebut batu pesumpah). Wajah
Rajapun memerah karena geram dan menyerang, namun dihalau oleh naga
berisang yang selalu ada bersama rakian. Ditengah perselisihan Rakianpun
melerai pertikaian tersebut sambil berkata “aku akan keseberang sungai
menunggu kamu meninggalkan kampong ini, siapa dari masyarakat yang ingin
ikut aku ayo kita menyebarang!!!”.
Beberapa orang dari masyarakat yang merasa tanah itu bukan milik bangsa
abung mengikuti rakian karena melihat kebenaran dan kesaktian rakian.
Waktu berselang lama namun sang raja seolah menantang dengan tidak
meninggalkan tanahnya, rakianpun mengumpulkan hulu balangnya bersama
naga berisang kemudian menyerang dan mengusir raja dan masyarakat abung
dari kampong itu. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, raja dan masyarakat
pun menyerah dan pergi dari tanah haji. Berhasilah rakian mengusir raja
dan bangsa abung dari tanah tersebut, kemudian tanah haji pun terbentuk
dan kampong lama pun ditinggalkan dengan menyeberangi sungai yang saat
ini disebut way selabung (pada saat ini kampong baru yang ditempati
tersebut diberi nama Tanjung Raya). Setelah pertikaian maka masyarakat
menempati tanah tersebut dengan tentram dan damai, rakian memilih
menetap dipurna dan naga berisangpun memilih menetap disurabaya.
ditambahkan oleh: Yudha (
http://www.facebook.com/profile.php?id=1813615671)
v Bahasa dan Adat Istiadat Suku Aji/Haji
Cerita Suku Haji OKU Selatan
A. Adat :
Adat istiadat disebelah utara kerajaan saka (aji sai) telah lama
dibentuk sejak berdirinya kerjaaan tersebut. Pembentukan adat dilakukan
oleh tokoh-tokoh kerajaan dalam bimbingan Sang Hyang Rakian Sakti/ H.I.K
falsafah jaya sempurna. Daerah sebelah selatan pedalaman lampung
sekarang, adat belum dibina secara resmi karena sebagian penduduknya
yang antara lain suku abung masih membangkang terhadap Sang Hyang
Rakian Sakti. Baru setelah dikemudian hari mengetahui bahwa Sang Hyang
Rakian Sakti sebenarnya adalah leluhur mereka juga (aji saka) lagi pula
istri Sang Hyang Rakian Sakti berjuluk bidadari angsa adalah Putri dari
Ratu Pesagi. Maka mereka kembali berasimilasi dengan Pangeran Sang Aji
Malihi (kakanda Rahman Effendi Martabaya: Pangeran Sangaji Malihi) yang
pada tahun 1640 pangeran ini adalah Raja Kerajaan Haji Sakti (Saka Aji).
terbentuklah adat perpaduan yang dalam penasehatan/pengarahan oleh
Pangeran Sang Aji Malihi sesuai dengan kedudukannya sebagai Ratu Adil.
Disini disimpulkan bahwa Sang Aji Malihi sebagai Raja Adat, Raja Hukum
,dan Raja Basa (Bahasa).
B. Bahasa:
Sang Hyang Rakian Sakti dijuluki juga dengan julukan Raja Basa/Bahasa
dalam riwayat pada suatu ketika beliau akan mencari seorang permaisuri.
Maka diadakanlah sayembara bahwa barang siapa yang bisa berbahasa haji
(Haji Sakti), maka pilihan akan jatuh kepada yang bisa berbahasa
tersebut. Berduyun-duyunlah putri dari berbagai negeri mengikuti
sayembara akan tetapi tidak ada satu pun yang pandai bahasa tersebut,
pada saat akan berakhirnya sayembara tiba-tiba muncullah seorang puteri
dari negeri Pesagi (Skala Berak) yang dalam keadaan berpenyakitan, Sang
Hyang Rakian Sakti pun berdialog dengan puteri tersebut dengan durasi
yang sangat lama, setelah berdialog yang cukup panjang maka jatuhlah
pilihan tersebut kepada puteri dari kerajaan Pesagi yang diberi julukan
Puteri Bidadari Angsa. Dengan kesaktian Sang Hyang Rakian Sakti maka
disembuhkanlah penyakit puteri dari kerajaan Pesagi tersebut, yang telah
melayani beliau berdialog dalam berbagai bahasa. “Hakekat Bahasa Haji
menurut Sang Hyang Rakian Sakti adalah bahasa yang terbanyak dikuasai
rakyat yang berarti semua bahasa itu bila berbaur melalui dialog antar
suku bisa timbul suatu bahasa tunggal sebagai bahasa persatuan”.
Berdasarkan sejarah ini bangsa menurut ilmu beliau adalah suatu kelompok
manusia yang digolongkan serumpun bahasa. maka dari itu kenapa Bahasa
Haji dapat masuk ke bahasa mana pun ini disebabkan keinginan Sang Hyang
Rakian Sakti untuk dapat menyatukan segala bahasa yang ada dinusantara.
Kenapa Puyang Haji kesiangan? Disini disimpulkan bukan kesiangan bangun
tidur akan tetapi beliau terlambat datang pada saat sidang pembentukan
adat dan bahasa, dikarenakan dia harus menemui adik angkat beliau yang
bernama Sang Hyang Putri Berdarah Putih .
(versi Haji dalam buku sejarah Aji Saka Sai)
(dibukukan kakanda Indra Syafri gelar Cahaya Negeri)
Dipostkan oleh Aditya Penatazaman
Pencinta Sejarah Suku Haji Bumi Selabung OKU Selatan
Desa Sukarami Aji
http://adityakhenzo.wordpress.com/
Sejarah Adat (menurut kakanda Rahman Effendi Martabaya Bandar Lampung)
Adat pepadun sai batin terbentuk pada abad ke-17 tahun 1648 M oleh
empat kelompok/buay, yaitu Buay Unyai di Sungai Abung, Buay Unyi di
Gunungsugih, Buay Uban di Sungai Batanghari dan Buay Ubin (Subing) di
Sungai Terbanggi, Labuhan Maringgai. Adat pepadun sai batin ini masih
ada pengaruh dari Hindu dan Buddha dan diadakan atau dibentuk di Goa
Abung (Kubu Tanah) di dekat perbatasan Buay Ubin (Subing) Kota Batu,
Ranau sekarang. Di sana ada lima buah kursi dari batu tempat sidang adat
tersebut. Adat pepadun sai batin dibentuk atas prakarsa dari Raja Saka
(Aji Sai) yang bernama/bergelar Pangeran Sang Aji Malihi yang pada waktu
itu daerah pedalaman Lampung dalam wilayah kekuasaannya. Suatu saat
sidang akan dilaksanakan Pangeran Sangaji Malihi terlambat datang karena
beliau lebih dulu menjemput adik angkatnya yang bernama Putri Bulan
(Anak Bajau Sakti/Raja Jungut) dikenali Bukit Pesagi untuk diajak
menghadiri pembentukan sidang adat tersebut. Saat sidang akan dimulai
Putri Bulan bertanya kepada Sangaji Malihi sidang apakah ini? Putri
Bulan tidak dikenal keempat peserta sidang (empat buay) yang merupakan
utusan kelompok masing-masing wilayah. Sangaji Mailahi menjawab akan
membentuk adat.
Keempat bersaudara dari 4 buay tersebut merasa sangat tertarik
melihat Putri Bulan adik angkatnya Sangaji Malihi dari Pesagi tersebut,
sehingga rapat/sidang ditunda sejenak karena terjadi keributan di antara
mereka. Untuk mengatasi keributan itu, Sangaji Malihi memutuskan Putri
Bulan dijadikan adik angkat dari mereka berempat. Setelah meninggalkan
daerah Goa Abung, mereka menyebarkan adat ke daerah pedalaman Lampung
sekarang. Buay Unyai pada puluhan tahun kemudian hanya mengetahui sidang
adat pepadun sai batin diadakan di daerah Buay Unyai dan sebagai Raja
Adat, Raja Hukum, Raja Basa (Bahasa) adalah Sangaji Malihi yang kemudian
hari dijuluki masyarakat sebagai Ratu Adil. Buay Bulan (Mega Pak
Tulangbawang) pada permulaan abad ke-17 Putri Bulan bersuamikan Minak
Sangaji dari Bugis yang julukannya diambil dari kakak angkatnya Sangaji
Malihi (Ratu Adil).
Empu Riyo adalah keturunan Buay Bulan di Buay Aji Tulangbawang Tengah
dan Makam Minak Sangaji dan Putri Bulan ada di belakang Kecamatan
Tulangbawang Tengah dan Makam Minak Sangaji dan Putri Bulan di Buay Aji
Tulangbawang Menggala (sekarang). Di antara keturunan Raja Jungut/Kenali
Pesagi keturunan Buay Bulan ada di Kayu Agung, keturunan Abung Bunga
Mayang dari Mokudum Mutor marga Abung Barat sekarang.
Daerah lima Kebuayan dan buay-buay lainnya di Lampung sekarang,
kecuali Lampung Selatan dan Bengkulu sebelah utara bertakluk kepada Raja
Aji Sai tahun 1640 (Pangeran Sangaji Malihi). Menak Masselem dari Buay
Unyai Putra Menak Paduka Bageduh (Ratu Gajah) yang bergabung Banten
tahun 1680 karena terjadi perselisihan antara anak cucu Menak Paduka
Bageduh. Jadi adat pepadun sai batin merupakan satu kesatuan (two in
one) yang tidak terpisahkan satu sama lainnya karena arti/makna dari
pada kata atau kalimat pepadun sai batin adalah pepadun =
musyawarah/mufakat, dan sai batin = bersatu/bersama. Jadi kata pepadun
sai batin adalah musyawarah mufakat untuk bersama bersatu dalam rangka
sidang adat tahun 1648 di Goa Abung (Kubu Tanah) Kota Batu Ranau dekat
perbatasan Buay Ubin, Lampung Barat sekarang.
Pembentukan adat tersebut diprakarsai Sangaji Malihi yang bergelar
Ratu Adil yang oleh masyarakat saat itu sebagai Raja Adat, Raja Hukum
dan Raja Basa.
Dan kemudian hari sejarah adat pepadun sai batin terbagi menjadi 2
kelompok/jurai, yaitu Lampung sai = pepadun dan aji sai = sai batin,
yang kemudian kita kenal sebagai lambang Sang Bumi Ruwa Jurai (pepadun
sai batin). Fakta/bukti autentik piagam logam tahun 1652 Saka/1115 H
atau tahun 1703 M yang bertuliskan Arab gundul dan aksara
pallawa/hanacaraka ada pada penulis sebagai salah satu keturunan Sangaji
Malihi. Jadi adat pepadun sai batin itu berarti musyawarah mufakat
untuk bersatu/bersama dalam pembentukan Adat.
Dalam waktu dekat ini anggota Tim Pakar Aksara Kaganga Indonesia dari
Sumatera bagian Selatan akan melaksanakan Lokakarya Aksara Kaganga
Indonesia di Bandar Lampung sebagai tuan rumah penyelenggaraan kegiatan
tersebut karena Provinsi Lampung-lah yang mengangkat aksara kagama selam
Indonesia merdeka.
Tujuan kegiatan tersebut untuk segera mengangkat sejarah leluhur
tempo dulu dengan memasyarakatkan membaca tulisan aksara kaganga yang
ada di Sumatera dan Sulawesi.
Keterangan/Kata Rani Siji:
Pepadun = Musyawarah/mufakat
Sai batin = Bersatu/bersama
Lampung sai = Kita bersatu/mereka bersatu
Aji sai = Saya satu/ini satu
Sang Bumi Ruwa Jurai = pepadun saibatin (satu kalimat) musyawarah untuk bersatu
Alamat Penulis: Jalan Cut Nyak Dien Gang Hamid No. 30 Bandar Lampung 35116
( versi kakanda Rahman Effendi Martabaya gelar Raden Batin Aji )
Peneliti dan Pemerhati Sejarah Budaya dan Aksara Kaganga Indonesia
Dipostkan oleh Lampung Post
Dari kedua versi ini tidak jauh berbeda, keduanya sama-sama mengakui
Naga Sakti/ Sang Hyang Rakian Sakti sebagai Titisan/Jelmaan Nabi Khidir
as, serta sama-sama mengakui Kerajaan Aji Saka Sai yang meliputi Jambi,
Padang, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung. (Sekian tentang Adat dan
Bahasa)
Rangkuman
Ini hanyalah penggalan dari sebuah “Sejarah Aji Sai”
yang disusun kembali oleh:
Indra Syafri / Cahaya Negeri
Kampung Ratu “Sukarami” saka aji
Pada 21 januari 2002
Sumber Cerita ;
Ibrahim / Cinta Alam
Penambahan pada bagian Adat dan Bahasa diambil dari:
(kakanda Rahman Effendi Martabaya gelar Raden Batin Aji)
Alamat Penulis: Jalan Cut Nyak Dien Gang Hamid No. 30 Bandar Lampung 35116
Sebagai pembanding catatan yang pernah dibukukan oleh kak indra
syafri (sukarami aji), tetapi keduanya sangat mirip hanya tempat dan
penulisan yang berbeda misalnya Sang Aji Malihi oleh kakanda rahman
effendi martabaya menulis Sangaji malihi. Tapi memiliki kesamaan arti…..
semoga rangkuman catatan kerajaan Aji Saka Sai ini bermanfaat bagi
generasi selanjutnya, yaitu Putra Putri Suku Haji (Aji Sai) yang
berlokasi dikecamatan Buay Sandang Aji dan kecamatan Tiga Dihaji
kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan provinsi Sumatera Selatan.
Berbahasa Haji:
Bagi langsanak- langsanak sa enjak haji, sa endak ngelahat atawa
endak mbaca kisahnya sa asli. Lah ku sediakon sebuah album photo sa
isinya gambar lembarhan buku tersebut. “Terima Kasih”
Dipostingkan kembali Oleh :
Aditya Penatazaman
Pendiri group facebook “Cahaya Kita Marga Haji”
November 2009
Ini hanyalah penggalan dari sebuah “Sejarah Aji Sai”